Langsung ke konten utama

VCT BATCH 3

LIKA-LIKU MEREKAM JEJAK DI VCT BATCH 3



Kreasi Flyer terbaikku
di VCT Batch 3


            Pada tanggal 25 Pebruari 2019, pukul 09.46 wib saya dijapri (Jalur pribadi) oleh Kepala Sekolah saya, Pak Sutrisno,S.Pd. Bentuk Japri beliau tidak seperti biasanya, tidak pakai salam. Jika demikian saya faham betul bahwa beliau menyempatkan diri untuk berbagi informasi disela-sela agenda padatnya. Beliau mengirimkan kepada saya sebuah file pdf dengan tajuk tulisan kapital, “PROGRAM VCT 2019 (http://gg.gg/UndanganProgramVCTBatch3).” Saya mencoba membaca secara detail, karena takut mengulang kejadian konyol lagi jika gagal literasi. Pernah suatu hari saya berniat membeli makanan kucing di sebuah pet shop  di kota Kuala Kurun, saya ditanya mau beli apa oleh pramuniaganya, saya jawab saja mau beli makanan kucing dengan kemasan 7 kg. Sudah dikatakan bahwa yang saya inginkan tidak tersedia, yang ada hanya ukuran 3 kg saja. Saya duga pramuniaganya tak memperhatikan barang-barang dagangan tuannya, karena saat itu mata saya sudah memanah pada kemasan sak warna hijau dengan gambar kucing Anggora menggemaskan, nah itu dia! Tanpa fikir panjang dan tak membaca keterangan di kemasan, sayapun membelinya ditambah dengan satu kemasan 3 kg yang dikatakan tadi. 

           Si pramuniaga tak bereaksi apa-apa, karena mungkin dia fikir saya membutuhkan yang saya beli. Astagfirullah, ketika tiba di rumah baru saya sadar itu bukan makanan kucing melainkan kerikil untuk kucing buang kotoran haha.
Selesai membaca, saya berkomentar dalam hati,
          “wow keren nih, kegiatannya online. Tak susah-susah harus ke Palangkaraya buang duit.” Maklum, jarak tempat saya Kelurahan Tumbang Miri-Palangkaraya itu sekitar 7 jam perjalanan menggunakan travel darat dan goroh uang pergi-pulang plus makan di jalan sekitar Rp. 500.000;. Sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang belum bersertifikasi untuk melakukan banyak kegiatan di luar daerah, saya sering berfikir dua kali untuk pergi akibat hal ini.
“Okay Pak. Saya boleh ikut kegiatan ini Pak?”  Tanya saya kepada  beliau.
“Iya, minimal 2 orang.” Maksud beliau minimal dua orang guru dari instansi yang sama.
“Oh okay Pak, saya akan daftar nanti via online nya. Ini masih ngajar.”
          “(emoticon jempol), aku masih ngurus adikku di RS Doris.” Balas beliau diikuti dengan kiriman foto  sedang menunggu adik beliau di kamar pasien.
          “Ya Pak. Syafahullah La ba’sa thohuurun In Syaa Allah.” Jawab saya dengan perasaan prihatin. Ini mungkin perasaan tokoh dalam adegan di film hollywood yang pernah saya tonton (berita baik dan berita buruk hadir bersamaan).
Keesokan harinya beliau memberikan motivasi kepada saya agar semangat mendaftar dengaan memperlihatkan sebuah screenshot  percakapan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Dr. Slamet Winaryo,M.Si. yang mendukung kegiatan Virtual Coordinator Training  ini di grup MKKS Kalimatan Tengah. Sayapun membalas kalau saya sudah berhasil mendaftar kemarin dan sudah memberikan bukti screenshot nya kepada Nara hubung kegiatan VCT ini yakni Pak Imran Rosyadi dari Makasar, founder Sagusavpres IGI.
Hari berikutnya saya kembali ke rutinitas biasa sebagai guru, Wakil bagian Kesiswaan dan juga guru Bimbingan Konseling. Agenda saat itu adalah mendampingi peserta didik kelas XII yang Muslim untuk mendaftarkan diri kuliah jalur prestasi di salah satu perguruan Tinggi Negeri Islam di Palangkaraya. Mengurus permohonan pembatalan finalisasi PDSS hingga melayani kepanikan mereka dalam kesalahan data dan pilihan jurusan. Kadang ada perasaan gemas juga dengan kecerobohan mereka, namun karena tugas saya mendampingi saya harus bersabar. Ada hikmah juga dibalik kesalahan tersebut, karena saya bisa berbagi pengalaman dan cara membuat surat permohonan pembatalan finalisasi PDSS yang bertandatangan Kepala Sekolah secara scanning itu kepada rekan-rekan guru dari sekolah lain yang mendaftar di tempat yang sama.
Pada awalnya, saya merasa kegiatan VCT ini gampang saja, hanya dilakukan dengan kepiawaian jari dan layar monitor HP ataupun Laptop.
         Ternyata, apa yang saya duga dan bayangkan begitu mencengankan dan luar biasa sulit bagi ukuran pemahaman saya sebagai seorang yang sering berfikiran santai. Kegiatan VCT ini bukan seminar daring biasa, intinya harus gesit dan cepat tanggap. Inilah awal cerita ini dimulai, plot kisahnya saya mundurkan pada tanggal 26 Pebruari 2019, awal saya mendaftar.
         Ketika sudah mendaftar, beberapa hari kemudian saya diundang ke grup VC 48 Kalteng 1. Di grup itu, peserta diperkenalkan dengan tokoh-tokoh penting di kegiatan VCT seperti Pak Dr. Gatot Hari Priowirjanto, yang saat itu menjabat sebagai SEAMEO (South Asean Minister Education Organization) Secretariat Director di Bangkok. Organisasi yang dibentuk oleh seluruh Mentri Pendidikan yang ada di negara-negara ASEAN. Jabatan Pak Gatot sekarang adalah SEA Coordinator SEAMEO Center Indonesia. 3 Pilar SEAMEO, Bu Siti Zulaiha, Bu Umi Tira Lestari dan Pak Khairuddin B. Koordinator Wilayah Kalimantan I adalah Bu Elly Yuliana, seorang guru SD di SDN 02 Pontianak Timur, Kalimantan Barat dan Koordinator Wilayah Kalimantan II adalah Bu Anita Nurhasah, seorang guru SD di SDN 041 Tarakan, Kalimantan Utara. Serta instrukturnya saat itu semua berasal dari Kalimantan Tengah yakni Bu Aprinansi, Bu Ira Widyastuti dan Pak Seno Sudrajat.
       Baru satu hari masuk di grup, sudah disuguhkan link-link video tutorial, dari cara membuat presensi online, flyer, join room webex, mengirim ke kantong tugas harian, dan beberapa informasi berkaitan tentang pembelajaran era 4.0 yang jujur saya baru kali pertama mendengarnya. Mungkin selama ini saya ibarat hidup di goa berabad-abad lamanya, hingga istilah era revolusi 4.0 berasa seperti alien.
      Di grup ini saya kebingungan dan pusing, karena hampir setiap ada anggota baru yang masuk grup, pasti link berseliweran secara terus-menerus.  Selain itu peraturan sebagai pesertapun disampaikan secara tegas, bahwa wajib menggunakan foto profile pribadi yang menghadap ke kamera, menggunakan nama asli. Jika ada yang melanggar atau tak mau mengikuti petunjuk ancamannya akan dikeluarkan dari grup walau pada kenyatannya belum ada, yang ada malahan peserta yang keluar sendiri karena kebingungan dengan kegiatan tersebut dan alasan lain adalah karena korwilnya galak, tidak terlalu diperhatikan instruktur, tak bisa mengikuti kegiatan yang berbau IT atau karena masalah sepele lelah mata melihat HP dan Laptop terus menerus. Sayapun juga sempat enggan mematuhi syarat-syarat itu, apalagi harus memajang foto pribadi, karena selama ini saya merasa nyaman berada di belakang layar atau anonim saja.
      Sebenarnya, pernah juga terbesit mau mundur seperti peserta yang lain. Cuma rasanya malu jika mundur hanya karena alasan-alasan di atas. Dalam hal tugas, saya mencoba amati dan berhipotesis, bahwa kegiatan online ini dikerjakan secara mandiri, dipelajari dan dipraktikkan bukan seperti bayangan awal saya bahwa para instruktur akan memberikan materi cuap-cuap di grup dan latihan di situ langsung. Ternyata Oh My Goodness! Membingungkan sekali, apalagi jika yang diharuskan adalah menonton video tutorialnya dulu di youtube. 
      Bagi saya itu membuang waktu dan saya memang pada dasarnya selama ini tak suka latihan dengan menonton di youtubenya dulu. Untuk menenangkan fikiran, saya mencoba bergerilya mencari siapapun di grup yang mungkin saya kenal atau segera mencari teman baru yang terlihat aktif dan cerdas IT nya. Saya membuka daftar nama dalam kontak WA grup, dan benar saja. Ada satu nama yang sudah dikenal karena dulu pernah satu kegiatan offline Social Life Skill di Hotel Neo, Palangkaraya. Namanya Herliani. Bagi saya dia sudah seperti adik sendiri dan istimewanya karena dia seorang guru Kimia pastilah cerdas dan itu benar. Pucuk dicinta ulampun tiba. Hati rasanya senang karena ada tempat saling bertanya. Selain Ibu Herliani, saya juga bertemu dengan teman satu ajang kebolehan menulis best Practice di Ekspos Sekolah Model SPMI tahun 2018 yang lalu, Bu Artiana. Seorang pengawas dari Barito Timur yang sangat aktif dan banyak prestasi baik di tingkat provinsi hingga mewakili Kalimantan Tengah di tingkat Nasional. Beliau seorang yang cerdas, baik hati, tak pelit bagi pengalaman dan ilmu. Orang ketiga berikutnya adalah Bu Teti Rohaeti, seorang kenalan baru yang tak kalah cerdas dan gigih selama mengikuti kegiatan. Bersama mereka kisah ini semakin lengkap. Saya mendapatkan arti kebersamaan, saling mendukung dan menyemangati.
         Hari-hari berikutnya, kami diminta untuk latihan di room webex. Banyaknya peserta yang berebut ingin belajar dan mencoba gabung di meeting room. Saya akui kelemahan saya adalah sulit konsentrasi dalam keramaian banyak orang. Akhirnya saya mencoba cara lain, saya menyadarkan diri dahulu, 
        "fokus pada dirimu sendiri, fokus! fokus!"   Ini adalah kalimat yang sering saya keluarkan ketika dalam keadaan sendiri dan tanpa ada orang lain di sisi. Cara ini berhasil. Saya fokus melihat setiap komentar di grup agar tak ketinggalan kereta, hingga muncullah kejadian yang sedikit konyol pada saat itu. 
        Dikarenakan kegiatan ini memanfaatkan mode gratis untuk meeting roomnya, maka kapasitas peserta hanya bisa 25 orang saja. Bu Elly Yuliana menginformasikan bahwa kami boleh masuk meeting room setelah diperbolehkan walaupun meeting number sudah diedar. Bu Teti, salah seorang kenalan baru yang saya sebutkan di atas tadi, dia menggagas kami untuk masuk meeting room saat itu juga agar tak menemui kendala nantinya. Dia mengusulkan kami untuk mengetik kata kunci 12345. Saya dan beberapa rekan hebat yang lain dari VC 48 Kalteng 1 tak mau banyak fikir, kamipun coba dan alhamdulillah bisa masuk. Bu Elly menambahkan lagi, karena aksi kami sepertinya sudah tercium.
         “Jika ada yang sudah mencoba masuk, maka jangan salahkan jika dia salah ruangan alias ke provinsi tetangga.” Kalimat tegas yang mulai tak asing bagi kami itu sedikit mengintimidasi. Akhirnya semua peserta di meeting room webex  saling bertanya asal dan tentu saja semua berasal dari Kalimantan Tengah. Saat itu kami berucap syukur sembari tertawa geli karena adegan menerobos dan mengabaikan petunjuk Korwilnya. Maafkan kami yang heperaktif ya Bu Korwil he..he.
Setelah melewati beberapa kejadian yang beragam, singkat cerita kamipun mendaftarkan diri jadi pemateri di kolom jadwal. Saya kira akan berjalan dengan lancar, ternyata kendala klimaks nya adalah sulitnya Aplikasi Screen Recorder HP saya untuk merekam. Saat tampilpun tiba, saya terlalu fokus untuk segera menyampaikan materi dan voila, saya berhasil tampil dengan pujian hangat sang moderator hehe. Namun, apesnya lupa meminta yang terlibat dalam sesi itu untuk merekam layar saat saya presentasi. Saya lumayan stress, dan menceritakan kendala itu pada Bu Nansi. Bu Nansi sarankan diulang lagi pada hari berikutnya bersama tim sesi saya. Stresspun bertambah level ke tingkat medium. Mengulang bersama tim, itu artinya kami harus membuat meeting room webex sendiri. Ini sama saja dengan menyuruh untuk makan tapi tak tahu apa yang akan dimakan? Karena kami belum bisa membuatnya. Saya kemudian menceritakan kepada Bu Anita permalahannnya. Seperti biasa, suara Bu Anita yang ramah dan selalu memotivasi membuat stress saya turun 1/2 level.
        Pagi-pagi setelah sholat shubuh dan masih dibaluti mukena hitam berbunga kecil yang cantik, saya langsung mengakses HP dan Laptop sekalian. Jaripun segera membuka webex meeting di HP dan join, sebelumnya sempat chatting sesaat dengan Bu Anita. Sedangkan laptop untuk jaga-jaga jika HP bermasalah. Suara Bu Nansipun terdengar dengan jelas. Saya dipersilakan untuk membuat rekaman ulang, dan sekali lagi HP saya gagal. Padahal setelan sudah sesuai instruksi Bu Nansi. Tak ayal waktupun berjalan alot. Level stress naik lagi. Belum sarapan, minum, mandi ataupun sekedar cuci muka. Saya mohon izin istirahat dan menghubungi Bu Teti Rohaeti, karena kami memiliki permasalahan yang sama. Saya semakin tak kuat menahan stress apalagi jika badan belum segar tersentuh air. Walaupun suami dan anak saya faham dengan keadaan, tetap saja rasanya ingin mengatakan hal pamungkas seorang PECUNDANG, yaitu MENYERAH. Ya, benar. Saya quit, tapi sebelumnya saya tak ingin pergi tanpa pamit. Karena saya benci perilaku pergi tanpa pamit. Saya pamit dan mengucapkan terima kasih pada para instruktur dan semua rekan guru hebat selama pelatihan. Detik-detik mau keluar grup, Bu Anita menghalangi niat saya untuk out, beliau bahkan menawarkan room yang hanya beliau dan saya untuk mendapatkan rekaman. 
        Saya terlanjur lelah sekali, disamping karena jadwal kegiatan di luar juga sudah menanti dengan rapi di daftar harian pribadi.
Di sini lah gregetnya, saya merasa begitu kehilangan. Sampai malampun saya masih tak tenang tidur. Mau kembali tapi apakah boleh, itu pertanyaan yang muncul. Paginya, saya ditelpon oleh Bu Herliani, dia menceramahi saya. Katanya, 
       "kakak yang selalu memberi semangat, bahkan menyematkan kata-kata penyemangat di materi kemarin, kenapa malah keluar?"  
        Entahlah kata-kata itu menggelikan bagi saya. 
       "Oh come on, wahai diri. Ocehanmu saja selalu memotivasi orang lain, dirimu saja gagal kau motivasi." Itulah bisikan hati. Namun yang saya jawab adalah, 
       "itu menandakan agar kakak tak boleh berlaku sombong, Ding. Kakak juga manusia yang tak sempurna. Hahah!" Bu Herlin sepertinya tak puas, akhirnya saya tersentuh dengan perhatiannya, sayapun berkata dengan canda, "kalau kakak gabung lagi, boleh ngga ya?"
       "Nah kalo pian, hayo kak boleh aja kali. Coba tanya Bu Anita atau Bu Nansi, karena sidin bedua yang enak diajak bicara." Balas Bu Herlin dengan nada senang bercampur gemas. Dan akhirnya, saya disambut antusias oleh Bu Anita ketika saya menyampaikan maksud kembali lagi.
        Sekitar 2 hari kemudian, saya dimasukkan ke grup VC 75 KaltengBarTaSel yang membernya terdiri dari 4 provinsi (Kalteng, Kalbar, Kalsel dan Kaltara). Kenapa saya dimasukkan ke grup ini, karena membernya kurang lebih 45 orang saja dan juga biasanya Aplikasi Whatsapp memberikan waktu yang lama untuk bisa masuk kembali ke grup yang sama.
Nah, di grup VC 75 ini saya terkesima. Karena para anggotanya benar-benar diurus oleh Ketua kelasnya (Pak Toyib). Intinya saya bersyukur pernah masuk di VC 48 Kalteng 1, karena diajarkan 100% mandiri. Karena ketika di grup itu, saya bisa membuat absen daring baik via zoho forms dan google forms. Kalau membuat flyer saya tak sempat belajar.
        Sedangkan, di VC 75, saya bisa menuntaskan semua tugas, tentu seperti kata saya sebelumnya, saya terkesima ketika video saya di rekam ketua kelas dan juga Bu Anita. Ada 2 versi jadinya. Ternyata selama ini, kebanyakan merekam pemateri tampil di webex adalah Pak Toyib, sang ketua kelas. Terima kasih banyak Pak, atas bantuan dan kesabaran Bapak menghadapi pertanyaan Emak-emak macam kami. Di VC 75 ini juga, saya mulai membuat flyer dari Apk flyer maker dibimbing Bu Koordinator Wilayah, Bu Elly Yuliana.
       Jreng! jreng!  jreng! Di sinilah sekelumit episode baru di kegiatan VCT Bacth 3. Buatan pertama flyer saya diprotes habis-habisan oleh Bu Korwil. Entah warnanya yang salah, tulisan judulnya, dan lain-lain. Saya ulang dan ulang sampai lelah, karena flyer itu saya rancang di dalam mobil sepanjang perjalanan mengunjungi anak saya di pondok pesantren putra Al-Falah, Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Segala rasa bersatu nano nano. Dan baru saya sadari Apk flyer maker ini mirip Adobe Photoshop (maaf bukan endorse ya). Jika demikian, maka saya tahu caranya merancang, karena dulu usaha saya dan suami adalah studio photo digital editing. Dan voila, flyer pertama yang sudah diubah mendapat pujian dan support dari Bu Elly dan Bu Anita.
       Selain masalah flyer, yang berkesan juga adalah ketika memasukkan tugas akhir di kantong tugas Kalimantan. Alhamdulillah lagi-lagi menanyakan adik saya yang cerdas, Herliani bagaimana dia bisa sampai sukses memasukkan tugas. Tantangan di bagian ini adalah ketika belajar mengumpulkan presensi pdf Host, moderator dan pemateri jadi satu file. Saya direkomendasi oleh Bu Herlin untuk menggunakan  www.ilovepdf.com dan akhirnya sukses juga.
Setelah semua tugas terkirim ke kantong tugas Kalimantan, saya meminta bukti kepastiannya dengan Bu Anita. Beliaupun akhirnya menscreenshot dan dikirimkan lagi ke saya.
        Sekitar 2 minggu kemudian, akhirnya yang dinanti-nanti si sertifikat 39 jam pun sudah bisa diunduh masing-masing oleh peserta.
        Berikutnya kisah yang haru adalah bagaimana akhirnya bisa menularkan keberhasilan dengan rekan guru-guru hebat yang belum selesai. Ketika ada yang mau putus asa, saya merasa tak senang dan rela. Mungkin terdengar berlebihan, tapi itu saya saat ini, dikarenakan pengalaman menyesal pernah putus asa. Dan sikap ini muncul dari dampak pelatihan yang luar biasa ini. Terima kasih banyak saya ucapkan pada Bu Elly Yuliana, yang sudah tegas dan tak pernah basa basi dalam membimbing saya. Pada Bu Anita Nurhasanah, yang sudah sabar, selalu senyum dengan emoticon senyum cinta dan motivasi yang luar biasa hebat. Ibu salah satu alasan saya bertahan di kegiatan ini. Adikku Bu Herliani, Bu Teti Rohaeti dan Bu Artiana. Serta rekan guru-guru hebat lainnya baik di VC 48 dan VC 75. Saya sangat senang bisa mengenal kalian. Semoga silaturrahim kita tetap terjaga. Maafkan jika banyak salah kata dan tindakan saya selama kegiatan. Salam hebat. Sharing and growing together. SEMANGAT!!!





                                            Profil Penulis




       Nama lengkap penulis adalah Sri Rahma Wati,SS.,MM.

       Lahir di Tumbang Miri, 6 Juni 1980 dari seorang ayah berdarah Banjar, Kalimantan Selatan dan Ibu Berdarah Dayak Ngaju Kalimantan Tengah.
       Riwayat Pendidikan terakhir penulis adalah S1 sastra Inggris di
       Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, lulus tahun 2005 dan S2 Magister Manajemen Pendidikan di STIE Pancasetya, Banjarmasin pada tahun 2013.
       Semasa meniti karir sebagai seorang pendidik, penulis pernah meraih prestasi:
1). Juri NSDC se Kabupaten Gunung Mas tahun 2014
2). Juara II OGN se Kab. Gunung Mas pada tahun 2015
3). Juara II Best Practice Sekolah Model SPMI Se-Kalimantan Tengah pada tahun 2018.
4). Pemakalah di Seminar Nasional Pendidikan yang diadakan oleh LPMP Kalteng dalam memeriahkan hari Pendidikan 2 Mei tahun 2019.
5). Instruktur Harian VCT Batch 4 Kalteng tahun 2019.
6). PJ Instruktur jenjang SMA/MA Kab. Gunung Mas, VCT Batch 5 Kalteng tahun 2019.
7). Finalis Level II, Duta Rumah Belajar (DRB) tahun 2019
Penulis adalah seorang guru Bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Kahayan Hulu Utara. Masa kerjanya sekarang sudah menginjak tahun ke 14.
Cita-cita terbesar penulis adalah menjadikan generasi-generasi penerus bangsa tanah Tambun Bungai, terkhusus Gunung Mas untuk menjadi generasi yang hebat. Membangun negeri dengan kecerdasan, serta akal budi pekerti yang baik. Yang utama pula adalah cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena tanpa-Nya kita tak bisa menjadi apa-apa. 
Motto : Life is a struggle to  reach Allah’s Blessings.



Note : Berikut adalah link youtube video alumni yang berhasil lulus di VC 75.






Silakan dikepoin dan disubscribe ya! 

In Syaa Allah saya subscribe balik. 😎

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Real Dead People

"I see dead people"--The Sixth Sense Ambling! Hustling! When my soul wandering all the lands and oceans, My wings couldn't stop peace on them for long: scared. None of the people I met had normal eyes, Their skin were pale, "Hey, buddy! Look at me!" I shouted to them but silent I gotten. For the second thought trying, "Hey, sweetheart! Look at me!" I shouted to them, they stopped walking; Stepped closer emotionless. Trembling feelings in my legs, Then the heart beating hard, "What's going on to these people?" I threw a spear from my eyes, One of the beautiful girls said, "Bring me back to life, please?" Hence, my body and soul awakened. I sat on the park bench and thought, Hugged myself tightly, There, roughly ten o'clock position from me; car crashed sounds. I rushed and found a cat, bleeding on the asphalt road, "Just throw it in the garbage bin, dude" he said. My teeth chattered: hea

Your Wound Will Be Healed

"Why take any longer The feeling's getting stronger No, I can't wait. I can't wait anymore! Cause Today Is Yesterday's Tomorrow"--Michael Buble Standing squarely before my mirror, I ask you as the shadow of mine, How could you pretend smile? Meanwhile, your open wound uncleaned; Yellowish-red, To strive, to seek and find a bandage. Please one step ahead! 'Don't expel me' you said, We need to go to the library, Finding a book of God's: Beautiful in cover, light you heart, Thus, you will forget me. No! Dear, I can't stand it, Without you i'm nothing, Everything is blue. Don't hate me! Cause you cannot go alone, I know the feeling's getting stronger, Just stay here, your wound will be healed: I love you. ©zhema

Tuan Hati

Puisi Zhema Berdiri di jembatan angkat Kota Tua Berjebah segala kapal jauh akan melewatinya; Hanya satu yang kutunggu, dia si Tuanhati Menjanjikanku untuk cuat pinangan. Hari-hari ini atau masa depan. M-7 dalam deret morse namamu: Raihlah tanganku segera! Ya Tuhan, benda-benda tanpa kabel itu! Meruntuhkan batas tembokku, Tanpa ampun, tanpa waktu luang, Dia menarikku paksa ke dalam cintanya. Aksara indah tak semerta milik pujangga, Ia luruh dalam cinta sepasang kekasih; Yang simpuh di atas sajadah kembar (jambu merah dan biru berplankton) Tuanhati, datanglah dengan kapalmu! Berdirilah di STEM bergeming dan gagah, Agar mataku hanya menangkap objekmu. Pun, biarkan dunia tahu, Keciutan hati bukan caramu, Katakan pada mereka cincin tersimpan: Berkemilau,indah dan hanya milikku. Ya Tuanhati! Ambillah Visa, Bentangkan layar kapalmu pulang! Sambangi aku dalam gaun putih, menetaplah. Suara Camar dan bunyi rebana adu ceria; Seakan engkaulah putra mahkota, Mereka