Langsung ke konten utama

CELOTEHANKU


LUGAS TAK BERARTI GANAS
Tumbang Miri, 20 Oktober 2021.

       Lahir dengan latar belakang suku Dayak Ngaju yang terkenal lugas, serta berasal dari keluarga berlisan tajam. Bukan berarti saya tak memiliki sisi lembut sebagai wanita. Hanya saja saya tak piawai menggunakan gemulai intonasi dalam berbicara. Terkesan apa adanya, sulit menyembunyikan perasaan suka dan tidak suka meninggalkan luka di hati lawan bicara. Lantas wajarkah perilaku ini?

    Jawabannya bisa iya bisa tidak, tergantung orang lain yang menilai. Kalau dia terbiasa dengan karakter lugas, maka hal ini wajar. Namun, akan sangat sulit jika menghadapi masalah dan halus, meski dia seorang laki-laki. Hal ini bisa menjadi perkara. Seperti yang terjadi baru-baru ini yang saya rasakan. Niat hati hanya menjalankan tugas dan fungsi saya sebagai Wakil Bagian Kesiswaan, namun reaksi target di luar dugaan. Saya dibalas dengan ungkapan yang seolah-akan saya ini superior dan menyalahkannya. Sebenarnya murni salah praduga. Padahal saya pernah menjelaskan bahwa sikap saya seperti ini berlaku untuk siapa saja. Entah mengapa hal ini sulit dia terima? perbedaan itu seperti pelangi yang langit? Saling melengkapi dengan warna tak sama, namun indah ketika berpadu? Yah, terlepas siapa yang salah dan benar. Saya memutuskan lebih dulu haturkan maaf. Sebab kata "maaf" mampu mendamaikan dunia. Iya kan? Ah jadi ingat DramaMeteor Garden nih haha.

       Baik, itu kasus pertama dalam tulisan ini. Sekarang kita coba ke latar lain memori akal saya. 3 tahun yang lalu saya merasakan lawan bicara saya menantikan rona kecewa akut. Pun seperti di atas, dia seorang lelaki berhati lembut dan halus bahasanya. Tetapi, seketika itu juga dan kewibawaannya sebagai mentor saya di dunia berani selama ini semakin menipis di hadapan saya untuk waktu yang lama. Kau tahu kenapa? Hanya karena saya menarik diri dari pembicaraan yang saya khawatir akan membelokkan prinsip saya saat itu. Walaupun obrolan terjadi di tempat terbuka dan banyak orang, senantiasa tembok peringatan status saya yang telah bersuami mematri. Saya akhirnya memilih berbicara dengan mereka yang berjenis kelamin sama. Tak dinyana kekecewaan nampak di wajahnya,  "kok wanita ini tidak sopan? " mungkin pikirnya. Saya tidak menyesal, karena seyogyanya sikap saya demikian.

       Kasus ketiga, seorang senior yang saya hormati di komunitas trainer. Menampakkan kebaikan dan keramahan dengan pertanyaan-pertanyaan secara antusias dilontarkan perihal prinsip saya sebagai Muslimah bercadar kala itu. Saya jawab sewajarnya dan tidak ingin berbelok ke pembicaraan yang subhat (meragukan). Ujung dari keramahan itu memandu tangannya untuk mengklik tombol tambahkan teman di platform Facebook. Voila, saya tak menerima permintaan pertemanannya, bukan sombong melainkan saya hanya berteman dengan wanita saja di sana, selain suami dan keluarga kandung, serta anak-anak saya sendiri. Tetapi, semenjak itu dia menunjukkan perilaku tak enak dipandang ketika berbicara di forum dengan saya kembali. Saya abaikan karena memang sepantasnya demikian.

       Lebih lanjut, mungkin ada juga kasus kekecewaan orang lain ke saya yang mungkin saya tidak ketahui di luar sana. Tetapi, satu hal yang mesti disadari olehmu, bahwa ada batasan-batasan prinsip saya yang tak boleh digoyahkan hanya karena hal-hal seperti di atas.  Semestinya pula jika selama ini kau menganggap saya sebagai pemilik hati yang penuh kasih sayang dan baik, maka enyahkan sisi sensitifmu. Berlaku wajarlah kepada saya. Ketahuilah prinsip-prinsip wanita Muslimah membuat saya seperti ini, selain sebab latar belakang budaya tumbuh kembang. Pun Lugas bukan berarti ganas ya smart people. Ini refleksi kejujuran nurani yang transparan. Bukan berarti kami tak mengerti cara menghargai dan mencintai, justru kasih sayang kami luas melampaui ekspektasimu. Yea yea yeaaa! Cherio! 

WELL PREPARED, JANGAN ASAL IKUT LOMBA! 

Palangkaraya, 18 September 2021.

     Itu adalah self reminder untuk diri saya sendiri terutama. Mengikuti ajang Guru Prestasi mewakili Kabupaten Gunung Mas di tingkat Provinsi Kalimantan Tengah, terlampau wah untuk ukuran persiapan cetek saya kali ini. Entah mengapa kala Bu Serie,M.Pd. pengawas SMA Kabupaten Gunung Mas membagikan surat undangan Kadisdik Provinsi Kalteng di WA grup iNFO Kasek SMA Kahut berkaitan Lomba Gurpres/Kepres tingkat SMA/SMK saya langsung tertarik mendaftarkan diri. Padahal belum memiliki ide mau angkat Best Practice apa.

Bukan niat ingin merundung diri sendiri, namun sungguh sadar sedari semula bahwa untuk mengikuti ajang ini, saya belum siap 100%. Why? Data valid pendukung tak banyak, hanya menggunakan indikator "kehadiran" peserta didik dan objek lain yakni Guru-guru SMAN-1 Kahayan Hulu Utara dan Guru-guru Kalteng yang pernah saya latih di beberapa kegiatan online. Terlebih lagi keciutan mulai tercipta ketika mengkonsultasikan ke pembina Best Practice saya, yakni Pak I Ketut Sukajaya. Beliau saat itu sudah menganjurkan saya ganti judul, karena judul yang saya angkat terlalu melebar untuk dijabarkan dan kesannya lebih cocok untuk Best Practice seorang Kepala Sekolah. haha! Okay, saya anggap Pak Ketut sedang mendoakan saya. Peace Pak! Baik kembali ke cerita. Saya tetap keukeh karena menurut saya Best Practice itu adalah Pengalaman Terbaik yang benar-benar berhasil dilakukan, apalagi formula judul itu dipilih dan dikunci sebagai Karya Ilmiah bukan tanpa alasan. Komponen kata kunci di sana saling terkait, tak bisa dipisahkan dan tetap konek ke kata kunci topik dari panitia penyelenggara Gurpres, yakni "Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran".

 Biar lebih jelas saya keluarkan dulu judulnya, "Pengalaman Terbaik Meningkatkan Profesionalisme Sebagai Guru Dengan Kemampuan Teknologi Informasi dan Menulis Buku Ber-ISBN. Kata kuncinya adalah "TI dan Buku Ber-ISBN, " Di sini saya tekankan bahwa keduanya adalah satu tubuh. Jika kita kaitkan dengan isi UU No.14 Tahun 2005 pasal 8 poin terakhir dari penjabaran Kompetensi guru yang ketiga dari 4 (pedagogik, kepribadian, profesionalisme dan sosial). Isinya begini, "Guru mampu menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran dan Untuk Pengembangan Diri. " Di sini, perhatikan kata Guru, TIK dan PD. Mereka saling terkait bukan? Nah, saya rasakan 3 in 1 ini membersamai keberhasilan yang telah dirasakan dalam pembelajaran daring di SMA Negeri 1 Kahayan Hulu Utara, tempat saya mengabdi sekarang ini.

Lagipula saya yakin bisa dengan judul ini, karena berkubu dengan pernyataan para ahli mengenai "profesionalisme" di relasio.com, "profesionalisme mendefinisikan diri mereka sebagai atribut yang dipakai dalam melaksanakan tugas supaya sesuai dengan standar kerja yang diinginkan." Sekali lagi, pernyataan ini merujuk ke UU tersebut di atas. Lihat kata kunci "atribut" dan "standar kerja". Seorang guru adalah atribut dan standar kerjanya adalah memiliki 4 kompetensi yang tadi saya sebutkan pula. Kali ini kita coba buat rumus ala-ala guru non Matematika atau turunannya.


Diketahui:
Profesionalisme =atribut yang dipakai (a nilai 1)
Atribut= Guru (b nilai 1)
Pemakai=Pemerintah (c nilai 1)
Standar kerja=menguasai 4 Kompetensi (Pedagogik, Kepribadian, Profesionalisme dan Sosial, nilai 1)
Peserta didik=f nilai 1
Rumus: a+b+c+d+f=total. Menjadi 1+1+1+1+1=5.
Nilai ini kita sebut nilai Mantap.

Namun, jika salah satu nilai dari huruf tersebut tidak ada, misalkan (-1) , maka nilai hanya 4. Jika 1 saja komponen kosong, ini sudah urgen. Maka, Sama halnya ketika kita hilangkan 1 huruf dari kata "mantap", sebut saja huruf "p", maka yang ada hanya kata "manta", dalam bahasa Dayak Ngaju "manta" itu mentah. Heheh. Sorry, saya hanya sedang berkelakar, jangan dibawa serius. Walau ada kebenaran dalam ilmu Cocokologi tersebut.

Intinya saya hanya ingin menegaskan ide saya pada formula judul tersebut, bahwa mereka itu 3 in 1. Semua untuk satu, satu untuk semua. Please, jangan pisahkan mereka hiks! Karena di kata TIK ada "komunikasi" Dan komunikasi ada lisan dan tulisan. Tulisan lebih baik dari lisan, karena dia tak terbatas ruang dan waktu dan bisa menyampaikan ide apa saja yang tidak bisa tersampaikan secara lisan. Oleh karena itu jadilah seorang siswa, guru, atau siapa saja sekaligus penulis. Karena, seorang penulis tidak semerta-merta bisa menulis jika tidak banyak baca. Banyak baca artinya bisa pintar. Jika hal tersebut ada diimbaskan ke Peserta Didik, Guru-guru SMAN-1 Kahayan Hulu Utara dan Guru-guru di Kalimantan Tengah, maka tujuan kurikulum berhasil kan yak?
Anyway, kurikulum yang cocok untuk tulisan saya ini "merdeka belajar" kan?Haha. Bahkan saya bicara ke sana kemari untuk mencari kecocokan.

Lanjut. Jika seperti yang juri-juri yang menilai menyebutkan idenya banyak dan tidak fokus, ada benarnya juga kalau dilihat dari kasat mata. Apalagi beda rambut dan kepala, jadi wajar beda pemahaman. Saya juga mengakui pengetahuan saya seputar dunia pendidikan dan segala pembaharuan di dalamnya belum dikuasai dengan baik.Tetapi, saya berhak kan menampakkan kegigihan menangkis pertanyaan-pertanyaan luar biasa kalian dengan argumen super? Eh Pede abis gue? Hehe! Lha iya kenapa juga tidak Pede, apalagi pujian-pujian maut Juri sungguh manis-manis pahit di ujung, "Tulisan ibu luar biasa dan pengetahuan ibu akan TI juga patut diapresiasi, tetapi ibu tidak fokus pada satu hal. Itu saja menurut kami."

Sebenarnya, saya sudah menduga akan ada pertanyaan-pertanyaan super begini ketika sebelum berangkat ke Palangkaraya. Saya juga sempat curhat ke suami dan sobat saya Bu Dessy Analinta bahwa saya minder kali ini. Mereka membalas dengan menyuguhkan vitamin moril ke saya, bahwa saya bisa. Saya akhirnya pantang mundur. Selain mereka, yang mendukung saya ada Ketua MKKS Kab. Gunung Mas, Pak Suwandi, S. Pd.,M.M. Pengawas SMA Kabupaten Gunung Mas, Bu Serie, M.Pd dan Kepsek saya sendiri, Pak Sutrisno, S. Pd. Jadi, malu lah saya jika ciut nyali haha.

Well, menang-kalah sudah lumrah dalam sebuah Lomba. Pun pernah juga merasakan sebagai pemenang jadi tak mengapa saat berada di posisi kalah. Semua sudah tertulis di Lauh Al Mahfuz. Eit, tadi niatnya mau menutup tulisan ini, namun ada satu hal yang ingin saya ceritakan sedikit. Best Practice itu sebenarnya sudah saya buat judul lainnya dan di acc Pak Ketut, hanya saja saat mau mengumpulkan data, saya tidak memiliki hasil yang saya inginkan. Ya bisa saja saya manipulasi data dan membuat grafik keberhasilannya berdasarka jn melihat langit-langit rumah. Tapi tidak, guys! Saya malu bertemu Allah Ta'ala kelak di akhirat dan saya takut akan azabNya. Untuk apa menikmati kenikmatan sementara di dunia ini, jika di akhirat tersiksa dan miskin. Saya masih yakin, segala sesuatu ada hikmah. Next time, buatlah segala sesuatu secara terencana dan konstruktif. Serta janganlah ikut Lomba semacam ini jika tidak siap dengan baik. Harapannya bukan karena hadiah atau gelar wah di dunia tujuan utamannya,  dedikasi dan profesionalisme kita sebagai The real teacher yang harus kita lakukan. Agar generasi Indonesia benar-benar berkahlak mulia dan berintelektual mumpuni.

Salam sehat!

Kompak Bergerak, Berkah Berdampak! 💪🏻

JODOH

Tumbang Miri, 22 Juni 2021.


    Entah mengapa arah pembahasan pagi tadi bersama rekan-rekan kerja, berbelok ke masalah kasih tak menemui jalinan suci? Ada relung hati yang diperas hingga memerihkan. Bukan sebab adanya perasan jeruk nipis ataupun asam jawa, melainkan karena cinta yang lerai begitu saja secara dramatis.

    Pihak ketiga yang memalingkan rencana, penghianatanpun tanpa kata. Saya menggeleng tak percaya apalagi rekan satu ini parasnya jelita. Lantas apa kekurangannya? Kisahpun berlanjut dengan akhir yang sama dengan rekan yang duduk tak jauh di sebelah kiri saya. Walau alur sedikit berbeda, kasihnya tak sampai pelaminan karena campur tangan orangtua yang lebih berperan di kehidupan mantan calon istrinya. 

    Menyimak di tengah pekerjaan saya membuat rekapan daftar kehadiran dan nilai peserta didik, saya sesekali berkomentar. Rasa empati menyelimuti diri. Inilah yang selalu saya takutkan ketika masih lajang dulunya. Kecewa, patah hati dan susah move on akan melanda.

    Final keputusan saat itu tidak ingin melibatkan diri pada status "pacaran". Ini bukan karena dalih pacaran haram. Tetapi sadar akan dampak nantinya. Banyak bukti di luar sana yang cukup sebagai contoh.

    "Yang cantik wajahnya saja bisa dikecewakan apalagi aku yang tak cantik."     Setidaknya ini salah satu bisikan hati yang selalu membuat saya takut jatuh cinta dan dicintai dalam ikatan semacam itu.

    Hingga pada titik puncak kesendirian kala kuliah semester enam kira-kira, saya diceritakan seorang sahabat akan sosok "dia". Saya mulai menghitung usia dan merasakan cukup batas lockdown cinta.  "Aku akan memenangkan hatinya dan dia harus menjadi milikku." Pertama dan In Syaa Allah yang terakhir, itulah yang saya niatkan. Melupakan segala kekurangan dan percaya bahwa dialah jodoh yang dikirimkan Allah. Padahal kemustahilan sedang terpajang di running text kesadaran saya.

    Persaingan di antara gadis-gadis tak berjerawat yang dengan luwes memamerkan kemolekan wajah mereka padanya via e-mail dan sayapun ON. Iya, kala dia memilih saya sebagai calon istrinya. Dia pun mempercayakan e-mailnya bisa diselancar. Di situlah terungkap bahwa banyak gadis yang terpikat inginkan hal yang sama seperti saya padanya. Sampai saat menuangkan coretan inipun, rasa tidak percaya menjadi kekasihnya tetap hadir. Pernah pula layangkan tanya,

    "Mengapa kakak memilihku?" Saya sadar pertanyaan ini tak diperlukan, namun penting sekali untuk diketahui jawabannya.

    "Karena kakak rasa cinta dan dirimu berbeda dari yang lain."  Uhuk! Rasa yang tak terlupakan, pipi memanas walau tak pernah merona. Saya gadis paling bahagia saat itu.

    Inilah yang disebut jodoh. Bukan sebab saya hebat dan lain sebagainya. Serta percaya pula bahwa segala sesuatu bukan karena kebetulan. Jodoh, rezeki dan maut sudah tercatat di Lauh Al-Mahfudz.

    Bagimu yang sedang dilukai sembilu cinta. Yakinlah bahwa Allah tahu kamu sanggup melalui hal tersebut. Kamu itu istimewa. Pun percayalah, baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Demikianpun sebaliknya. Allah memberi kita apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Boleh jadi dia yang menyakitimu dan meninggalkanmu sekarang, benar-benar bukan yang kamu butuhkan dalam kebahagianmu sebenarnya. 

Semangat ya dear...

GAGAP; SIGAP DAN DEKAP

Tumbang Miri, 18 Mei 2020

"Pada sebagian anak gagap sebenarnya merupakan salah satu bagian dari pembelajaran menggunakan kata dan berbahasa. Kondisi ini umumnya dapat sembuh dengan sendirinya tanpa perlu bantuan ahli. Namun, pada sebagian anao, kondisi ini bisa terus terjadi hingga dewasa." source take from Alodokter--dr Aditia Harlan."

    Tetiba pagi ini saya tertegun. Seorang adik dari pulau bagian Barat gugusan Nusantara berkata seperti ini di Direct Message,
       "Akak guru juga yah ternyata, hmm...pasti akak ini orangnya pintar betul...".
auto kubalas 
      "Iya guru juga. Duh adik manis, pintar itu relatif. Ada kriteria di masing-masing orang. Engkau guru juga kah? Guru apa? Kalau akak guru Bahasa Inggris nih." 😊

    Guys, mungkin sedikit yang tahu. Saya mengidap gangguan neurologis ringan ketika berbicara secara lisan yaitu gagap. Itu terjadi ketika psikis saya tak siap dengan kondisi dan lawan bicara. Ada rasa terintimidasi. Apalagi jika itu di keramaian dan menjadi pusat perhatian, semisal menjadi pembicara di sebuah seminar. Sejak kecil sampai pun dewasa, saya suka menyendiri (manguwu dalam Bahasa Dayak Ngaju). Kawan? Sahabat? Iya mereka ada dan banyak. Namun, menyendiri tetap pilihan numero uno. Katakan saja saya seorang sosial introvert. 

    Di balik kelemahan ini, saya mencoba 'tuk membangun sisi pribadi saya yang PD abis dengan keahlian yang dimiliki. Saya berusaha sembuh sendiri. Salah satunya yakni membangunkan Sleeping Giant (potensi besar) di diri saya. Hingga akhirnya mampu menuangkan isi pikiran saya ke dalam tulisan. 

    Hamdallah buah dari keahlian ini pernah saya ikutkan ke beberapa lomba menulis non fiksi. Pun merasakan peroleh gelar runner-up pada Best Practice saya di ajang Sekolah Model SPMI 2018 se-Kalteng yang diadakan di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Kalimantan Tengah. Kalian tahu, nominal hadiahnya sangat wow yakni Rp.12.500.000; Kemudian disusul tahun 2019 Best Practice saya terpilih lagi di ajang Seminar Nasional Hardiknas. 

    Bombastisnya kedua hal ini mewajibkan saya untuk presentasi di hadapan para intelektual; guru-guru dan Doktor. Bisa dibayangkan, seorang pengidap gagap berbicara di hadapan umum? Sungguh tantangan yang luar biasa, sekali lagi saya butuh beberapa hari latihan, menyadarkan diri bahwa segalanya akan lancar dan baik-baik saja. Walaupun, ternyata pada praktiknya  bak mayat hidup, pucat. Terutama ketika Power Point yang semestinya lancar mengalami kemacetan. Sangat memprihatinkan dan itu terulang di seminar berikutnya. 

    Ini segigit pengalaman yang tak terlupakan. Selain non fiksi, saya juga coba di fiksi seperti puisi dan cerpen. Hamdallah juga, biarpun belum pernah Juara 1 Nasional, namun sering di peringkat 30-50 besar bahkan baru-baru ini termasuk Juara Favorit. 

    Lantas, apakah tujuan saya menguapkan hal ini ke permukaan? Mau pamer? Oh tidak! Bukan itu tujuannya. Saya hanya ingin berbagi kisah bahwa kegagapan bisa disembuhkan. Entah karena lingkungan dan hasrat diri sendiri. 

    Lho, hubungannya dengan judul tadi apa? 

  Ada dong, masa tampil sekadar jadi upil saja. Well, begini guys. Gagap bisa disembuhkan atau diminimalisir. Kalau saya kadarnya "diminimalisir" belum sembuh total. Bagaimana saya meminimalisirkan? Tentu ini ada peran penting orangtua saya. Mereka tak pernah menganggap kekurangan saya adalah masalah atau aib. Mereka selalu mendukung. 

    Saya ingat dulu sewaktu kecil Abah saya akan selalu menawarkan hadiah jika saya dapat rangking kelas, sebagai anaknya yang memiliki riwayat tak naik kelas, itu salah satu caranya. Beliau selalu mendukung hobi yang saya lakukan seperti melukis dan menulis diary, bahkan apapun jurusan yang saya kehendaki ketika kuliah akan diluluskan oleh beliau, meskipun itu ke Australia. Iya, bukan isapan jempol tetapi tawaran itu benar, saya sendiri saja yang tahu diri , keluar negeri itu sama saja mencabut jatah nyawa orangtua perlahan-lahan (berat diongkos, Neng hehe). Itu tindakan sigap Abah.

  Lalu, dekapnya dari siapa? Tentu jawabnya ibu. Bagi saya, dekapan ibu rahimahullaha yang hangat setiap waktu dulunya, saat gulana dan bahagia, itu melampaui batas apapun yang menghalangi tumbuh kembang saya sampai dewasa. Doa-doa beliau sering terapal ketika melihat wajah-wajah anaknya dengan kata, "batuah marajaki dan panjang umur (beruntung banyak rezeki dan panjang umur)".

  Sesederhana itukah? Iya sesederhana itu, karena semua itu dibungkus rasa suportif dan kasih sayang yang mampu menyelusup ke dalam sendi-sendi kehidupan saya sampai sekarang.

   So, my last saying, gagap bisa disembuhkan dengan kesigapan dan dekapan orang-orang terdekat tercinta. Mereka bukan manusia " akalnya separo" ini hanya masalah neurologis dan psikis yang tak biasa. Ibarat bagi orang biasa, mereka berjalan di atas lembutnya kapas, sedangkan orang gagap berjalan di atas paku yang di pagari duri, maju-mundur bisa kena. Maju disangsikan mampu, mundur diremehkan kurang akal. So, bijaksanalah terhadap mereka ya kawan. Salam kece! 😊

SAYA BUKAN MANEKIN: Kecerdasan Emosi

Tumbang Miri, 28 April 2020

    Jika kamu googling artinya seperti berikut ini. 

Emotional quotient, disingkat EQ adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan.

    Saya bukan seorang pakar psikologi atau sosiologi, namun sebagai pribadi melankolis yang lebih mengedepankan analisis serta peka, saya ingin menarik benang yang terlepas ke jarumnya. 

    Sadar hidup di lingkungan yang beragam dan selalu berhadapan dengan berbagai macam karakter, membuat saya auto harus mendengar dan menyimak sebelum komentar. Ya, walau terkadang sebagai manusia normal khilaf terpleset menyinggung dirasa, padahal sudah berusaha bijaksana. 

    Namun, itulah kenyataan bahwa you please all you will please none. Baik, begini dear readers. Sekadar saran untukmu yang dilumuri masalah hingga napasmu terasa sesak. Kenali dulu permasalahanmu, sisi kanan-kiri, depan-belakang. Kala semua memagari hingga tak ada jalan keluar, cobalah tengadah ke langit. Di sana mungkin ada jawaban, sebab hati yang sudah menolak kuat ikatan darah dan kasih sayang dalam teguran tak 'kan merubah apa-apa. 

     Lha kok bisa? 

   Karena hidup itu tak melulu minta dimengerti tetapi belajarlah mengerti. Egoisme dan menginginkan centang PEMBENARAN percuma kan? Toh suaramu saja yang kau inginkan akhirnya didengar, jadinya komunikasi hanya satu arah. Artinya lawan bicara berasa Tembok Cina saja. Untuk apa mengharap orang mengakui yang salah jadi benar, sedangkan salah ya tetap salah. Sama saja kamu mengharapkan Bulan bersinar dan Matahari bercahaya. Tak temu kebenaran dalam hakikat.

    Maka, coba komunikasikan  ke Rabbmu saja. Apa yang telah terjadi? Mengapa demikian? Karena hubungan baik vertikal lebih dulu 'kan memandu pada hubungan baik  horizontal (manusia) pula In Syaa Allah. 

    Please, orang lain itu adalah cerminan kita sendiri. Macam cermin kamu senyum padanya, maka pantulan cerminmu senyum juga padamu demikianpun sebaliknya. Saya bukan orang sok suci alias baik, hanya sekadar berbagi rasa dan pengalaman sebagai manusia yang lebih dulu lahir darimu. Lagipula, saat kamu bercerita pada saya, itu juga hak saya berkomentar dan bereaksi, saya bukan manekin pun dinding beton. Perasaan saya masih ada di tempatnya. Sekian. Salam sayang sesama makhluk-Nya.


        Hadaanallah (semoga ALLAH memberikan kita petunjuk/hidayah).

*Note: jangan mencemari pikiranmu dengan kebencian. Berpikir positif membuatmu bahagia. 😊

DEMAMKU DI MASA WABAH PANDEMI COVID 19

Tumbang Miri, 21 Maret 2020


    Qadarullah (ini adalah takdir Allah), mulai dua hari yang lalu, jazad yang kupinjam di dunia ini melemah karena sakit. Berikut merebak wabah Corona di mana-mana telah menciptakan rasa tak nyaman sebagai korban demam sepertiku. Apakah itu? Kekhawatiran berlebihan dari orang-orang tercinta atau oranglain di luar sana yang mengetahuinya, Allahu A'lam.

    Kemarin puncak suhu tubuhku naik, perkiraanku sekitar 38°C, karena ketika bersentuhan dengan air, terasa uap panas keluar dan gigil. Tidak diperiksa pakai thermometer untuk memastikannya, karena menurutku juga tak apa-apa. Intinya aku tak ingin terkesan manja ketika sakit. Jadi, semua aktifitas di rumah tetap kukerjakan, mengingat satu-satunya wanita di rumah adalah aku sendiri. Sedang anak-anakku hanya bisa bantu sekadarnya saja. Suami seperti biasa berikhtiar di luar kota demi keluarga. Walau aku sudah mencoba memberitahukannya via WA dan menginginkan kehadirannya di rumah keesokan harinya. Ya kucoba nikmati sensasi demamnya. 

    Hingga..., pada sore hari, laki-laki super dan tertampan di dunia bertanya, 
    "Nak, sakit apa?" suara beliau bernada khawatir.
    "Hanya demam, Bah." balasku dengan suara sedikit serak.
    "Sudah minum obat apa saja?" 
    "Sanmol dan Vitamin C, Bah. Tadi si Akmal yang beli di tempat praktik Busu (adik bungsu yang kebetulan seorang bidan dan suaminya dokter)"
    "Aduuuh! Ya sudah nanti abah kirimkan obatnya ya Nak." 

    Disaat begini bisa ditebak Abah akan melakukan apa. Selalu menyangsikan anak-anaknya yang berprofesi  sebagai tenaga medis melebihi kemampuan beliau; lebih percaya resep sendiri. Tanpa peduli rasa khawatir atau membuat tersinggung mereka. Yah, memang sih Abah dijuluki dokter tanpa ijazah oleh kami dan beberapa orang yang sehat oleh resep beliau, tetap saja "percayakan pada yang ahli" kudu diterapkan. Abah memang tak pernah takut akan malpraktik, karena dulu ketika di Desa kami kurang tenaga medis dan obat-obatan, beliau dan Umailah yang pioneer jualan obat beserta resep mereka. Kata beliau resep itu muasalnya dari Penjual Obat tempat mereka menarik obat di Banjarmasin. Hamdallah memang tak ada yang keracunan dan semacamnya.

    Malam mulai menjelang, aku masih terkapar di tempat tidur dengan hanya berselimutkan sorban warna biru tipis anak keduaku, Haikal. Tak berapa lama Mama Iqbal, seseorang yang sudah kuanggap adik kandung sendiri mengantarkan obat yang dimaksud. Padahal kondisinya juga masih demam sepertiku. Setelah menghaturkan terima kasih karena kebaikan hatinya, Kukatakan pula akan meminumnya kemudian, mengingat jarak minum Sanmol tak berapa lama. Setelah ia pergi, ternyata aku ketiduran sekitar 1 jam. Kulihat jam di HP sudah lewat azan Isya. Mengaktifkan data seluler dan melihat balasan suamiku yang meminta maaf karena baru mengaktifkan data selulernya pula. Bisa dikatakan aku merajuk hingga mengurungkan membalas. Setelah sholat Isya, rencana mau minum obat tersebut, saat membaca ternyata kandungannya Sulfadoxine dan Pyrimethamine. Biasanya untuk obat Malaria. Ya Rabb, jadi ingat masa kecil dulu kalau sakit sedikit-sedikit dikasih obat Pilkina oleh beliau. Kuurungkan meminumnya,  khawatir dosisnya tak cocok untuk kemungkinan ada penghuni di rahimku. Dua bulan telat haid, dengan test pack (-) memang, namun berhati-hati lebih baik. Alhasil, aku hanya memperbanyak minum air putih setiap terbangun malam itu.

    Keesokan harinya alias hari ini...

    Panas sudah menurun, cuma masih terasa pegal. Sesekali batuk dan mengeluarkan dahak berdarah sedikit. Kepala sedikit pusing dan sesekali bersin. Pilek dan batuk baru tanda tangan presensi. 

    Tak memedulikan masih butuh istirahat, aku melakukan kegiatan IRT di dapur dibantu Akmal dan Haikal. Setelah sarapan dan minum Sanmol, aku kembali rebahan. Beberapa menit kemudian si Tuan Hati menelepon. Awalnya hanya via telp WA kemudian beralih ke VC. Kuabaikan karena mataku yang sudah sipit dan kuyu tak tahan melihat pencahayaan/radiasi HP. Tak berhasil menghubungiku, dia coba ke nomor WA Haikal. Niat menolak bicara, keburu si Haikal sodorkan bagian speakernya padaku. Tidak dapat kupegang karena sedang mencuci piring. Sama, intinya minta maaf, bedanya kali ini dengan alasan HP ketinggalan di Kuala Kurun yang satunya, dalam keadaan di charging. Dia balik kembali ke sana dan akan melanjutkan ke Tumbang Miri setelah sholat Dzuhur. 
    "Bagaimana kata mereka? (pihak medis, dokter, dll maksudnya) Ading sakit apa?"
Aku hanya memutar mata malas. Apa yang ingin dia dengar, apakah mengharapkan aku mengatakan "Corona"? Aku benar-benar kesal dan membalas lagi, 
   "Ulun sudah sembuh, pian tak usah pulang juga tak apa-apa." Aku tahu sebenarnya itu bentuk kekhawatirannya padaku, hanya tak lucu saja dan nada ngambek pastinya sudah terbaca olehnya.

    Setelah semua kewajiban dan hajat beres, kembali beristirahat di kasur, setelah dua jagoan yang alot meminta izin ke tempat Kai mereka kululuskan. Tak lama si adik bungsu dan Mama Iqbal datang menjenguk lengkap dengan alat-alat periksa kesehatan, thermometer digital telinga dan alat ukur tensi digital. Suhu tubuhku 37°C  (normal) dan tekanan darah juga normal yakni 118/80mmHg. 

    "Keluhan kakak apa saja selain demam kemarin dan hari ini?"

    "Sakit kepala sedikit, batuk berdahak tetapi jarang dan baru nih pilek."

    "Diare?" Mataku mengekor ke arahnya curiga apa yang ingin adik bungsu ini ketahui. 

    "Tak ada, malah susah BAB." 

    "Mual?" tertawa ringan dengan ciri khasnya biasa. 

    "Tak ada!" Semakin membuat mataku membelalak dibalik masker yang kupakai.

    "Kakak ngga habis pulang umroh kan?"

    "What?! Kaupikir aku tertular Corona? Ish tanya sampai detail tak masuk akal. Memangnya aku makhluk tak kasat mata bisa umroh tanpa sepengetahuan orang kampung?"

    "Hahaha! Nggak ah kak. Kakak sakit karena musim pancaroba saja. Hanya karena ini musim Corona, wajar aja aku tanya macam-macam. Oh iya nanti obatnya kukirim ya, selamat mengisolasi diri. Cepat sembuh kakak sayang! Assalaamu'alaikum."

    Begitulah celotehanku hari ini. Sampai akhir tulisan ini kuketik, aku masih istirahat di singgasana para pesakitan dan akan pulih seperti biasa. Semoga wabah Covid 19 lekas sirna dan semoga Allah Tuhan Semesta Alam 'kan beri kita perlindungan dari wabah ini, aamiin. Tetap waspada! Salam sehat!

#jagajarak1Mdenganoranglaindiluarsana
#Nojabattangan
#Tingkatkankeimanan
#Semogawabahcovid19berakhir

KENANGAN

Tumbang Miri, 08 Pebruari 2020


      Kemarin petang, seperti biasanya jemari di sela-sela rutinitas sebagai IRT pasti mengembara ke dunia Instagram. Selain sekadar menonton mukbang gila-gilaan, aku juga iseng kepo dunia pernikahan artis hijaber dan fokus ke Cut Meyriska dan Roger Danuarta. Awal reaksiku biasa alias datar, hingga pada saat Cut Meyriska yang tengah mengandung, membuat caption di salah satu fotonya bahwa dia sangat merindukan suaminya yang tengah melakukan ibadah umroh di tanah suci Makkah, aku menangis seriosa. 
         Cut mengatakan dia mengenakan baju suaminya yang tak dicuci dua hari sebagai pelipur rindunya. Sungguh, hal tersebut mengubrak-abrik kenanganku dulu semasa masih sebagai pengantin baru dan harus berpisah dengan suami demi menyelesaikan skripsi yang sudah di ujung tanduk. Saat itu pesawat lepas landas menuju Surabaya, lambaian suamiku begitu menyayat hati, bayangan punggungnya ketika beranjak pun semakin memilukan. Ingin rasanya aku langsung turun dari Sang Merpati untuk memeluknya dan berkata, "aku tak mau pergi!" Tetapi, hal itu kuurungkan demi memenuhi janji dengan ibuku saat itu. Beliau sungguh bersedih mengira kuliahku akan berantakan karena pernikahanku. 
      Sebagai bukti bakti, sungguh aku rela menepis rasa rindu padanya. Satu yang kuyakin, segala hal 'kan menemui ajalnya, demikianpun dengan kesedihan. Lagipula, dia sudah menjadi suamiku, tak patut risauku akan kehilangannya. Bukankah dia sudah membuktikan, para pesaingku mundur teratur ketika dia memutuskan memilihku yang kecantikannya hanya di ujung kuku mereka saja. 

  Di sana, kupanjatkan pada Ar Rahman agar aku dikaruniakan buah hati sebagai teman dan alhamdulillah dikabulkan. Selama enam belas minggu akupun tidur mengenakan baju koko ini. Sungguh enggan kucuci agar wangi tubuh suamiku selalu ada walau lengannya semakin memperlihatkan corak pulau dari bekas genangan bening mataku. Sungguh memori yang tak 'kan beranjak.

     "NUT! NUT!"
     "Suamiku memanggil..." 

  Maa Syaa Allah! Dalam rendaman rasa, dia pun VC, seakan suasana hatiku terkoneksi tanpa hambatan padanya. Kuusap wajahku yang terlihat kuyu, sungguh kadang merasa kalut jika ia melihatku tanpa make up. Bukan karena apa-apa, namun lebih kepada haknya melihat istrinya selalu enak dipandang. Ingin selalu belajar memantaskan diri menjadi istri salihanya. Selebihnya, karena terkadang iba menerpa. Seandainya dia memilih salah satu dari para wanita itu yang memiliki kedudukan dan profesi bergengsi dulunya, mungkin dia tak 'kan merasakan berjuang dari 0 bersamaku. Dia tak 'kan dihina karena mencari nafkah apa saja yang penting halal. Dia mungkin saja sudah menjadi pejabat dengan pendidikan tinggi yang ia peroleh serta tawaran yang menggiurkan saat itu asal ia mau menikahi wanita lain. Ya Rabb, barokahi lah rumah tanggaku, suamiku dan anak-anakku. Karena wanita ini bukanlah siapa-siapa, hanyalah sebiji sawi kecil tak terlihat pun sangat sederhana.

#menulis
#celotehan
#rindu
#suamiku
#kenangan

PENCULIK?

Palangkaraya, 26 Januari 2020


          Hari ini aku begitu malas bangun pagi, mungkin karena pengaruh PMS. Padahal waktu sudah menunjukkan 06.15 Wib sedangkan kegiatan Pelatihan Menulis SAGUSAKU (Satu Guru Satu Buku) akan dimulai pukul 7.30 Wib. Seperti 2 hari yang lalu, aku memilih naik mobil grab karena lebih aman dan nyaman, itu yang kupikirkan. Hingga hal "menyeramkan" terjadi juga.

      Setelah memesan melalui aplikasi, semenit kemudian aku disapa, "halo, halo, halo, halo." Kukerutkan dahi dan melihat saksama nomor plat yang tertera, pengemudinya seorang perempuan.
"Ya." balasku dengan ketikan dua jempol.
"Oke." katanya. Alhamdulillah kuucapkan, karena biasanya walau duduknya di belakang, rasa canggung lebih dominan jika yang pegang setir itu adalah non mahram. 

         Hening, aneh tuk beberapa menit.
    "Maaf, Mbak. Sulitkah cari alamat saya tadi?" Ucapku mencairkan suasana sembari pasang deret gigi ke arahnya.
      "KRIK! KRIK! KRIK!" Senyap dan semakin buat perasaan tak nyaman. Entah mengapa adegan film horor sekelebat di pikiranku, bagaimana jika dia seorang psikopat? Seorang pembenci wanita berhijab? Penculik terorganisir? Atau....

        Ih, kenapa juga pikiran konyol itu ada, suudzon. Kucoba alihkan rasa dengan pura-pura mengetik di kolom kontak WA sendiri huhu! Tak ayal juga kufoto jalan yang kulewati, yah kali saja kalau ada apa-apa, kutinggalkan jejak. Tak lama seseorang VC, hampir tutup mata karena dia tak pakai baju atasan, eh lupa kan dia suamiku haha. 

       VC bersamanya tak lama, karena dia tahu aku sedang dalam perjalanan. Yah nikmati saja kekikukan berlanjut bersama mba supir. WUZ! WUZ! dia putar setir ke kiri dan nampaknya jalan D.I. Pandjaitan mampu menarik garis di bibirku naik. Alhamdulillah sampai dengan selamat.

         "Berapa Mba?"

     "i..ga..uluh..sa..u"  Ya Rabb, ternyata itu alasan dia tak bicara, hmm...maaf ya Mbak, otak dan hati saya kudu dibasuh sabun iman agar tak mudah berburuk sangka. Selamat bekerja ya Mba Grab. Semoga berkah.


#celotehan
#supirgrab 
#jemputilmu 
#jemputrezeki 
#tulisanku 
#menulis

ANAK NAKAL HAJAR SAJA!
Tumbang Miri, 19 Desember 2019


  Itulah terlintas di kepalaku saat mendapatkan anak remajaku yang pendiam ternyata nakal dan pemberontak. Rotan pemukul kasur sudah kucanangkan kan memeronakan kedua betisnya jika ia pulang ke rumah nantinya. Tetapi tidak, aku urungkan cara ekstrim tersebut. Aku ingat dalam agamaku, anak harus dimuliakan agar dia benar-benar mulia. Pasti ada cara lain untuk mengatasinya. Ini masalah biasa yang dihadapi semua orang tua di era serba digital ini. Bagaimana Handphone, Playstation, Warung Internet pelan-pelan memutarbalikkan arah kaki anak-anak remaja yang sedang mencari jati dirinya dari sekolah ke sana. Sehingga, otak mereka berhalu akut dan berdusta menjadi hal biasa bagi mereka. Itu pula yang terjadi pada anak remajaku, Haikal. 
    Suatu hari ia katakan tak kuat (bosan) sekolah agama yang berasrama dan ketat peraturan bak wamil (wajib militer) nya.  Acapkali keluar tanpa izin keamanan asrama dan sering diberikan hukuman, namun tak pernah jera. Aneh bin lucunya jika ditanya bagaimana dia lolos dari pos keamanan, dia jawab "aku berjalan lurus saja." Well, aku tak mempersoalkan hal itu mengapa bisa tak terawaskan pihak keamanan asrama? Karena jumlah siswa yang ribuan memang bisa saja luput dari pengawasan. Walau demikian, tak ada pembenaran atas apa yang iya lakukan. Salah tetaplah salah. Padahal, tak kurang nasehatku maupun ayahnya padanya. Dari yang lembut sampai ala-ala kompeni tetap saja berepisode kenakalannya.  
      Ketika kemarin kululuskan kehendaknya berhenti sekolah di sana, aku berniat tak meletupkan emosi berlebihan. Beberapa kali ia ucapkan bahwa ia sudah besar dan bisa jaga diri. Ia juga perjelas tetap sholat 5 waktu di luar sana dan tidak melakukan hal yang merugikan, ini hanya masalah "tak kuat dengan peraturan". Baiklah, akhirnya cara dewasa dan ala sahabat, aku pun berbicara 4 mata dengannya secara santuy di meja makan dapur rumah. Alhasil dengan cara sahabat dan santuy pula Hp nya aku sita. Mulus dan lembut. Ia rela dan pun berjanji akan melanjutkan sekolah di kampung dengan membawa jati diri yang baik. Okay anakku yang shalih dan santuy, let's see then ya! 

#anakremajakekinian 
#pencarianjatidiri
#cintaemak 
#emakpejuang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Real Dead People

"I see dead people"--The Sixth Sense Ambling! Hustling! When my soul wandering all the lands and oceans, My wings couldn't stop peace on them for long: scared. None of the people I met had normal eyes, Their skin were pale, "Hey, buddy! Look at me!" I shouted to them but silent I gotten. For the second thought trying, "Hey, sweetheart! Look at me!" I shouted to them, they stopped walking; Stepped closer emotionless. Trembling feelings in my legs, Then the heart beating hard, "What's going on to these people?" I threw a spear from my eyes, One of the beautiful girls said, "Bring me back to life, please?" Hence, my body and soul awakened. I sat on the park bench and thought, Hugged myself tightly, There, roughly ten o'clock position from me; car crashed sounds. I rushed and found a cat, bleeding on the asphalt road, "Just throw it in the garbage bin, dude" he said. My teeth chattered: hea

Your Wound Will Be Healed

"Why take any longer The feeling's getting stronger No, I can't wait. I can't wait anymore! Cause Today Is Yesterday's Tomorrow"--Michael Buble Standing squarely before my mirror, I ask you as the shadow of mine, How could you pretend smile? Meanwhile, your open wound uncleaned; Yellowish-red, To strive, to seek and find a bandage. Please one step ahead! 'Don't expel me' you said, We need to go to the library, Finding a book of God's: Beautiful in cover, light you heart, Thus, you will forget me. No! Dear, I can't stand it, Without you i'm nothing, Everything is blue. Don't hate me! Cause you cannot go alone, I know the feeling's getting stronger, Just stay here, your wound will be healed: I love you. ©zhema

Tuan Hati

Puisi Zhema Berdiri di jembatan angkat Kota Tua Berjebah segala kapal jauh akan melewatinya; Hanya satu yang kutunggu, dia si Tuanhati Menjanjikanku untuk cuat pinangan. Hari-hari ini atau masa depan. M-7 dalam deret morse namamu: Raihlah tanganku segera! Ya Tuhan, benda-benda tanpa kabel itu! Meruntuhkan batas tembokku, Tanpa ampun, tanpa waktu luang, Dia menarikku paksa ke dalam cintanya. Aksara indah tak semerta milik pujangga, Ia luruh dalam cinta sepasang kekasih; Yang simpuh di atas sajadah kembar (jambu merah dan biru berplankton) Tuanhati, datanglah dengan kapalmu! Berdirilah di STEM bergeming dan gagah, Agar mataku hanya menangkap objekmu. Pun, biarkan dunia tahu, Keciutan hati bukan caramu, Katakan pada mereka cincin tersimpan: Berkemilau,indah dan hanya milikku. Ya Tuanhati! Ambillah Visa, Bentangkan layar kapalmu pulang! Sambangi aku dalam gaun putih, menetaplah. Suara Camar dan bunyi rebana adu ceria; Seakan engkaulah putra mahkota, Mereka